top of page

AILD #2 : Peluang dan Tantangan Penerapan Asas Ultra Petita dalam Putusan Hakim di Indonesia

Updated: Jul 8, 2020

ALSA Indonesia baru saja mengadakan ALSA Indonesia Legal Discussion #2 yang bertema ”Peluang dan Tantangan Penerapan Asas Ultra Petita dalam Putusan Hakim di Indonesia”


Kegiatan ini telah dilaksanakan pada:

Hari/tanggal : 29 Juni 2020,

Pukul : 13.00 - 15.06 WIB

Platform : Live Youtube ALSA Indonesia.


Moderator:

M. Hilman Mehaga Sembiring, S.H., MCIArb

(Founder of Hilman Sembiring Advocates)


Pembicara:

1. Novel Baswedan (Penyidik KPK RI)

2. Prof. Mudzakkir (Guru Besar FH UII)

3. Prof. Muladi (Guru Besar FH UNDIP)


Hasil rekaman kegiatan tersebut dapat diakses pada akun resmi Youtube ALSA Indonesia,


Sebuah ironi telah terjadi dalam kasus penyiraman kepada Penyidik KPK RI, Novel Baswedan. Segala bentuk kejanggalan dari sebelum terjadi peristiwa hingga proses persidangan telah menghantui kasus ini. Apakah ada abuse of process dalam penegakan keadilan? Dan bagaimana peluang dan tantangan dari penerapan asas ultra petita yang bisa saja diteapkan majelis hakim kepada pelaku penyiraman kepada Bapak Novel Baswedan? Kedua pertanyaan tersebut yang kemudian dapat menjadi pemantik diskusi akademik dalam ALSA Indonesia Legal Discussion #2.


Dari diskusi tersebut, terdapat beberapa pendapat - pendapat menarik dari para pembicara


"Kita jangan terjebak dengan ultra petita, karena fakta yang dipersidangan sudah sejauh bengkok. Saya khawatir kalau terdakwa dihukum berat karena fakta dan akibatnya juga sedemikian berat, kita akan salah karena terjebak dalam proses yang tidak obyektif dan jauh dari nilai keadilan. Jika kita bersandar pada teori, beyond reasonable doubt. Standar pembuktian dalam perkara ini harus tidak ada keragua-raguan dalam menghukum berat seseorang. Apabila tidak yakin, bukti-bukti yang ada juga sudah bengkok, dan hanya bersandar pada keterangan terdakwa saja, kalau saya pribadi akan saya bebaskan."- Pak Novel Baswedan (Penyidik KPK RI)


"Dalam putusannya, Majelis Hakim tidak lah terikat dengan tuntutan yang diajukan kepada Jaksa Penuntut Umum, tetapi kepada Surat Dakwaan sebagai mahkota persidangan. Sebagaimana dalam Pasal 183 KUHAP bahwa dalam menjatuhkan pidana, Majelis hakim harus berdasar pada alat bukti yang ada dan relevan, serta keyakinannya dengan segala pertimbangan yang ada dalam persidangan." - Prof Mudzakkir (Guru Besar Hukum Pidana FH UII)


"Masyarakat berharap pada adanya “fair trial” yang mengandung unsur independen, keterbukaan, dan kompetensi yang didasarkan dalam undang-undang." - Prof Muladi (Guru Besar Hukum Pidana FH UNDIP)





91 views0 comments
bottom of page