Ditulis oleh Delvino Ahmad Hidayat Lolianto (ALSA Indonesia)

Pembahasan Umum
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam menjalankan proses pemerintahannya menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini mengacu terhadap teori Montesquieu yakni terkait pemisahan kekuasaan antara lembaga eksekutif, legislatif, serta yudikatif. Salah satu ciri-ciri sistem presidensial adalah proses pemilihan legislatif dilakukan secara langsung, dimana dalam eksekusinya memberikan legitimasi penuh kepada rakyat untuk dapat memilih anggota legislatif pilihannya sekaligus pelaksanaan pemilihan umum dilangsungkan setiap lima tahun. Atas dasar sistem pemerintahan tersebut, Indonesia dalam melaksanakan pemilu berupaya untuk dapat mewujudkan prinsip demokrasi keterwakilan dimana rakyat diberikan kekuasaan dan kedaulatan penuh dalam memilih anggota legislatif.
Dalam proses pelaksanaan pemilu, Indonesia pernah menganut sistem proporsional daftar tertutup (closed list) diantara tahun 1955 hingga 1999, akan tetapi melalui UU No. 12 Tahun 2003, sistem pemilu pada tahun 2004 dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional semi terbuka (open list system) dimana sistem ini membuat surat suara tidak hanya berisi nomor urut dan gambar partai saja, tetapi juga nomor urut dan nama caleg/capres yang diusung. Lalu pada pelaksanaan pemilu tahun 2009, Indonesia menganut sistem proporsional terbuka yang didasari atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 (Silitonga, 2022: 613). Dengan demikian, untuk dapat mengerti gambaran lebih jelas mengenai definisi, perbedaan, serta kelebihan maupun kekurangan dari kedua sistem proporsional ini, mari disimak penjelasan lengkap sebagai berikut.
Definisi
Apa itu Sistem Proporsional Tertutup dan Terbuka?
Sistem proporsional tertutup (closed list system) merupakan sebuah sistem dalam pemilihan umum yang membuat rakyat hanya dapat memilih calon anggota legislatif berdasarkan gambar partai yang terdapat di dalam surat suara. Hal ini membuat partai politik otomatis memberikan suaranya kepada calon nomor urut teratas maupun calon nomor urut yang beken. Dalam sistem proporsional tertutup, seluruh partai politik telah menentukan siapa yang dapat memperoleh kursi apabila berhasil mendapatkan suara terbanyak. Hal ini tentunya dapat membuat calon legislatif yang menempati urutan teratas akan selalu memenangkan kursi di parlemen, begitupun sebaliknya yang berada dalam posisi terbawah dalam internal partai tidak akan mendapatkan kursi.
Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat memilih kandidat secara langsung maupun partai politik. Disamping itu, sistem ini membuat nomor urut kandidat tidak menjadi jaminan suatu calon legislatif tersebut dapat terpilih. Hal ini menjadikan sistem proporsional terbuka bersifat relatif lebih transparan sehingga rakyat mengetahui siapa anggota dewan yang mereka akan pilih. Lebih lanjut, sistem ini juga membuat pemilih memiliki kemampuan dalam memberikan pengaruh yang kuat atas kandidat yang mereka akan pilih.
Dalam pelaksanaan kedua sistem ini, penting untuk dapat melihat dari sisi distribusi kursi parlemen oleh masing-masing partai politik maupun keterbukaan informasi terhadap seluruh pemilih. Oleh sebab itu, pelaksanaan dari kedua sistem ini menciptakan perdebatan secara rasionalitas terkait kebutuhan dan kompleksitas yang sesuai dengan kebutuhan negara Indonesia serta yang paling mewakili sistem ketatanegaraan Indonesia.
Perbedaan Sistem Proporsional Tertutup dan Terbuka
Atas definisi tersebut, berikut merupakan perbedaan antara sistem proporsional tertutup dan terbuka. Dalam sistem proporsional tertutup, secara teknis pelaksanaan, partai politik mengajukan calon legislatif berdasarkan susunan nomor urut bukan berdasarkan susunan abjad maupun huruf sebagaimana dalam sistem proporsional terbuka. Lalu terkait dengan metode pemberian suara, sistem proporsional tertutup menyerahkan sepenuhnya kebebasan kepada rakyat untuk memilih partai politik, sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, rakyat diberikan kebebasan dalam memilih salah satu nama calon legislatif yang paling mewakili kepentingan mereka.
Dalam hal penetapan terpilih, sistem proporsional tertutup menetapkan calon legislatif terpilih berdasarkan nomor urut dan proses keputusan internal partai, sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, penetapan calon legislatif terpilih berdasarkan suara terbanyak. Kemudian mengenai proses keterwakilan politik, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak dapat memiliki kontrol dalam menyeleksi kandidat, sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih memiliki kemampuan dalam mempengaruhi proses pemilu atas calon legislatif.
Kedua sistem sejatinya memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menentukan calon legislatif yang berhak mewakili kepentingan setiap masyarakat dalam parlemen. Akan tetapi, melihat dari keberlangsungan dan penerapannya, Indonesia yang mulai menerapkan sistem proporsional terbuka sejak pemilu 2009 terlihat memberikan keleluasaan dan kesempatan bagi para calon legislatif yang berpotensi dan berkualitas tanpa memandang kekuatan massa yang melimpah.
Namun penting untuk melihat terkait kebutuhan dari negara Indonesia sendiri apakah sistem pemilihan umum ini sejatinya difungsikan untuk melaksanakan keterwakilan rakyat secara individual atau melalui suara dari partai politik. Apabila dalam pemaknaan hukum tata negara, pemilu berfokus terhadap keterwakilan rakyat melalui peranan partai politik, maka sistem proporsional tertutup adalah pilihan yang tepat. Lalu, jika hukum tata negara berfokus terhadap keterwakilan yang diberikan secara lebih demokratis terhadap setiap individu, maka sistem proporsional terbuka adalah pilihan yang dapat dipertimbangkan.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Proporsional Tertutup dan Terbuka
Setelah mengetahui pengertian serta perbedaan dari kedua sistem proporsional tersebut, berikut merupakan kelebihan serta kekurangan dari kedua sistem, antara lain:
Sistem Proporsional Tertutup
Kelebihan | Kekurangan |
---|---|
Memberikan kekuatan yang bersifat masif terhadap gabungan partai politik atau koalisi konsolidian dalam parlemen. | Memberikan kesempatan terhadap calon legislatif yang belum teruji kualitasnya sebab dipilih oleh partai politik, bukan oleh rakyat secara langsung. |
Sistem ini membuat biaya pelaksanaan pemilu menjadi lebih murah sebab calon legislatif tidak perlu berkampanye dengan menggunakan atribut sendiri. | Menciptakan persaingan yang tidak sehat dalam proses internal partai politik. Membuat calon legislatif yang beken akan selalu menjadi pilihan utama. |
Mencegah terjadinya kejahatan pemilu yaitu money politics oleh masing-masing kader partai politik sebab keseluruhan kampanye berpusat terhadap partai politik. | Menciptakan fenomena yang berdampak terhadap kemunduran demokrasi sehingga suara rakyat dianggap tidak penting. |
Membuat kehadiran partai politik lebih masif sebagai salah satu instrumen dalam hukum tata negara. | Rawan menciptakan kekuatan besar dalam internal partai politik yang berpotensi mengatur negara lebih dari ambang batas wajar maupun menjadi oligarki. |
Sistem Proporsional Terbuka
Kelebihan | Kekurangan |
Memberikan kesempatan terhadap partai politik dalam memberikan kewenangan yang luas menentukan calon legislatif masing-masing. | Rawan menciptakan persaingan kurang sehat diantara para calon legislatif. |
Mewujudkan cita-cita demokrasi yaitu memberikan partisipasi rakyat dalam menentukan pilihan calon legislatif. | Dapat menciptakan kejahatan pemilu yaitu money politics dimana calon legislatif yang memiliki logistik lebih tinggi dapat mengalahkan yang lebih lemah. |
Masyarakat memiliki kendali penuh dalam menentukan kemajuan Indonesia berdasarkan representasi dari tiap calon legislatif. | Biaya pelaksanaan pemilu akan sangat besar dan mahal sebab dari pihak panitia hingga peserta pemilu harus mengeluarkan biaya secara individual. |
Memacu setiap calon legislatif untuk berinovasi dalam menjual setiap ide-ide maupun inovasi yang dapat memajukan daerah pemilihan kepada masyarakat. | Calon legislatif yang belum teruji kualitasnya dapat terpilih oleh rakyat sebab atas popularisme bukan karena kualitas kinerja dan pengalaman. |
Comments